MAKALAH
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
PENYEBAB KEMISKINAN DI INDONESIA DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN SERTA
SOLUSINYA
OLEH:
WA
ODE YULIYANA
F1A112115
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Tuhan semesta sekalian
alam,tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia,yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada seluruh makhluk dimuka bumi ini.Untuk itu hanya
karena kekuasaan dan kehendaknya pulalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, serta segenap kaum
mukmin yang senantiasa teguh dijalan-Nya hingga akhir kiamat nanti.Amin.
Dalam
pembuatan makalah yang berjudul “Penyebab Kemiskinan diIndonesia dan Dampak
yang Ditimbulkan serta Solusinya” ini tentunya penulis banyak mengalami
kesulitan namun penulis menyadari bahwa
semua dapat terselesaikan dengan baik karena didukung oleh berbagai pihak,
untuk itu pada kesempatan ini penulis haturkan ucapan banyak terima kasih
kepada dosen matakuliah pendidikan kewarganegaraan yang telah memberikan tugas
makalah ini.
Akhir kata, penulis sitirkan sebuah pepatah yang mengatakan bahwa
“Tiada Gading Yang Tak Retak”. Begitulah kenyataan yang ada, bahwa sebagai
manusia biasa tentunya penulis tidak luput dari segala kelemahan dan kekurangan.Penulis
juga menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini tentunya masih terdapat banyak
kekeliruan, untuk itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, November 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
......................................................................................... .i
KATA PENGANTAR
...................................................................................... .ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.......................................................................................... .1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... .3
1.3 Tujuan........................................................................................................ .4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kemiskinan.............................................................................. 5
2.2 Faktor-faktor
penyebab terjadinya kemiskinan menurut para Ahli........... .5
2.3 Dampak Yang Ditimbulkan Dari
Kemiskinan.......................................... .9
2.4 Cara Mengatasi Kemiskinan...................................................................... 10
2.5 Upaya
Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi Kemiskinan…………….11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 16
3.2 Saran.......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Mengapa Kemiskinan di Indonesia
Menjadi Masalah Berkelanjutan? Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah
mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945.
Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan
perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus
menjadi masalah yang berkepanjangan.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah/negara indonesia adalah kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum
mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut, padahal setiap
mereka yang memimpin Negara Indonesia selalu membawa kemiskinan sebagai misi
utama mereka disamping misi-misi yang lain.
Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1), mengatakan bahwa upaya
menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya
melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi
upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang
juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal,
sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu
kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar sektor,
antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis
ekonomi pada tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun
akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit
untuk ditanggulangi. Pada tahun 1999, 27% dari total penduduk Indonesia
berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa dan 16,4% penduduk kota
adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu Neti Arianti, dkk, (2004:3).
Salah
satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara
mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program
pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu
ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan di mana dia berada.
Aspek di mana “si miskin” dapat ditelusuri melalui si miskin itu sendiri serta
melalui pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis.
Pada
masa kepemimpinan SBY pemerintah indonesia juga meluncurkan program
penanggulangan kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), KUR (Kredit
Usaha Rakyat), pengembangan UMKM, PNPM Mandiri, dan masih banyak
program-program lainnya, akan tetapi belum mampu mementaskan masyarakat
indonesia dari jurang kemiskinan yang semakin hari semakin menyiksa dan
menganiaya. Keadaan ini sudah seharusnya menjadi sebuah evaluasi diri bagi
pemerintah untuk dapat terus merencanakan serta mengambil sebuah kebijakan yang
dapat membawa indonesia keluar dari jurang kemiskinan. Tidak penulis pungkiri
memang, bahwa usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan
sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas akan tetapi
hasilnya belum cukup memuaskan.
Permasalahan
kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional,
Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif,
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M.
Nasir, dkk, dalam Adit Agus Prastyo, 2010:18).
Dalam
upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang harus ditempuh oleh
pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui
pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai
kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.
Faktor
mendasar yang menyebabkan kemiskinan diantaranya: SDM, SDA, Sistem, dan juga
tidak terlepas dari sosok pemimpin, sehingga dimensi tersebut sangat berkaitan
antara satu dengan yang lainnya.
Kemiskinan
terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga
terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau
menikmati hasil-hasil pembangunan. Soegijoko, (1997:137). Dengan kata
lain yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita.
Berdasarkan permasalahan diatas
penulis tertarik menulis karya ilmiah dengan judul “penyebab kemiskinan di indonesia dan dampak
yang ditimbulkan serta solusinya”
1.2 Rumusan Masalah.
Dan sesuai
dengan urain diatas yang menyinggung tentang masalah kependudukan khususnya yang menyangkut
tentang masalah kemiskinan. Maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a.
Apa pengertian dari kemiskinan ?
b. Apa faktor-faktor penyebab
terjadinya kemiskinan menurut para ahli?
c. Apa dampak
yang ditimbulkan dari kemiskinan?
d. Bagaimana
cara mengatasi kemiskinan?
e.
Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi
kemiskinan?
1.3
Tujuan.
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian dari
kemiskinan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
terjadinya kemiskinan menurut para Ahli.
c. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan .
d. Untuk
mengetahui cara mengatasi kemiskinan.
e. Untuk
mengetahui upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi kemiskinan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang kekurangan bahkan tidak
memiliki hal yang biasa dimiliki oleh orang-orang pada umumnya (seperti:
sandang, papan ,dan pangan).
2.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan menurut para Ahli.
Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang
mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga
dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor
yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz
dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan
keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).
Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada
nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk
bekerja.
3).
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber
alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering
dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi
kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan
lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil
kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan
keterampilan.
5).
Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk
melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka
miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6).
Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila
tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan
kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat
tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30),
juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya
komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama,
kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia
terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap
diri sendiri tercermin dari adanya :
1)
keengganan bekerja dan berusaha,
2)
kebodohan,
3)
motivasi rendah,
4)
tidak memiliki rencana jangka panjang,
5)
budaya kemiskinan, dan
6)
pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari
ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :
1)
ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu
dan
2)
kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4)
mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya
empat penyebab, diantaranya yaitu :
1.
Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat
dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk
mencari dan memanfaatkan peluang.
2.
Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya
daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
3.
Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah,
kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada
lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk
memutuskan lingkaran kemiskinan.
4.
Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena
terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak
dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang
dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti
beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1)
Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi
melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti
kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2)
Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi
kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai
petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3)
Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan,
seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4)
Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika
turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air,
sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
5)
Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan
kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih
rendah dari laki-laki.
6)
Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara
kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen
raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat.
Kesemua faktor tersebut di atas saling mempengaruhi, dan
sulit memasrikan penyebab kemiskinan yang paling utama atau faktor mana yang
berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Kesemua faktor tersebut merupakan
VICIOIS CIRCLE (Lingkaran setan) dalam masalah timbulnya kemiskinan
2.3 Dampak
Yang Ditimbulkan Dari Kemiskinan.
Ada sebab ada
akibat, begitu pula pada kemiskinan. Banyak akibat yang ditimbulkan oleh
kemiskinan, seperti :
1. Kriminalitas, semakin
banyak orang miskin maka semakin banyak pula kemiskinan yang terjadi. Masuk
akal bila seorang kepala rumah tangga menghalakan segala cara untuk menghidupi
keluarganya yang kelaparan.
2. Urbanisasi, Orang berpikir bahwa
tinggal di kota besar akan mendatangkan penghasilan besar. Tapi
semakin banyak orang yang datang ke kota besar maka lapangan
pekerjaan yang tersedia juga akan semakin sedikit. Dan hal ini malahan akan
memperparah tingkat pengagguran.
3. Bunuh diri, banyak orang yang putus asa karena
tidak sanggup menghadapi kemiskinan, sehingga mengambil jalan pintas.
4. kebodohan, semakin banyak rakyat miskin maka
semakin banyak juga orang yang tidak bisa mendapatkan pendidikan.
2.4 Cara
Mengatasi Kemiskinan.
1. Pemerintah
harus menyediakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan, agar dapat membantu
masyarakat dalam memecahkan masalah kehidupan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari anggota keluarganya.
2.
Jangan menjadi pemalas! Selain pemerintah, masyarakat juga harus ikut andil
dalam mensejahterakan kehidupan. Apabila masih belum ada lowongan pekerjaan,
masyarakat bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, lebih bagus jika
lapangan pekerjaan buatan sendiri itu bisa menampung orang lain untuk menjadi
karyawan kita.
3.
Bantuan pendidikan dan kursus gratis dari pemerintah kepada masyarakat kurang
mampu agar dapat melanjutkan sekolahnya tanpa bingung soal biaya. Kursus
menjahit, memasak untuk ibu-ibu atau bapak-bapak, serta menyediakan
fasilitasnya, seperti mesin jahit dan peralatan memasak agar setelah selesai
kursus, para bapak dan ibu tersebut bisa langsung mempraktikkan keahliannya di
lingkungan dimana mereka tinggal.
2.5
Upaya
Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi Kemiskinan.
Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada
pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis
ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan
penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai September
tahun 2011 masih tetap tinggi, sebesar 12,36 persen, dengan jumlah penduduk
yang lebih besar, yaitu 29,89 juta jiwa, sedangkan di Provinsi Sulawesi Selatan
sampai September tahun 2011 sebesar 825.000 jiwa atau 10,27 persen dan di
Kabupaten Luwu Utara Tahun 2010 sebesar 46.800 jiwa atau 16,24 persen.
Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesia, Provinsi dan Kabupaten. Pada dasarnya ada dua faktor
penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di
Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini
cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal
itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin (Raskin) dan program jaring
pengaman sosial (JPS), kompensasi BBM, dan Bantuan langsung Tunai (BLT) untuk
orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan
yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan Penyimpangan/korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pemberdayaan ekonomi produktif.
Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN serta Pendataan Program Perlindungan Sosial(PPLs).
Ketiga data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secaralokal.
Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara. Pemerintah Kabupaten Luwu Utara merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya bias dari angka kemiskinan yang sangat berbeda antara PPls 2008 yang sdh tidak relevan dengan kondisi tahun 2010-2012 sekarang ini.
Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antar daerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-modelekonometrik.
Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan systemsosialyangspesifik-lokal.
Strategi ke depan, Berkaitan dengan data, pada 2010 Kabupaten Luwu Utara telah melakukan investigasi bertahap, terhadap data PPls yang ada, sehingga data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal. Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja, tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas,RumahTanggaSasaran(RTS)danindividu.
Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator dampak dan mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di Kab. Luwu Utara atau komunitas, Rumah Tangga Sasaran dan individu. Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan oleh SKPD, untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.
Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten Kabupaten Luwu Utara dengan dibantu para Tim Perumus akar masalah kemiskinan yang lintas Sektor, perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan, atauMonev,khususnyasekarangini.
Belum memadai Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat, belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterbandingan antar kabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga.
Dalam membangunan suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen dari pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara Berkelanjutan, untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah diharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat disparitas kepentingan, dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.
Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), baik lokal, provinsi maupun nasional atau internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Ketersediaan informasi tidak selalu akan membantu dalam pengambilan keputusan apabila pengambil keputusan tersebut kurang memahami makna atau arti dari informasi itu. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan teknis SDM daerah dalam hal penggunaan informasi untuk manajemen.(*)
Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan Penyimpangan/korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pemberdayaan ekonomi produktif.
Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN serta Pendataan Program Perlindungan Sosial(PPLs).
Ketiga data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secaralokal.
Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara. Pemerintah Kabupaten Luwu Utara merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya bias dari angka kemiskinan yang sangat berbeda antara PPls 2008 yang sdh tidak relevan dengan kondisi tahun 2010-2012 sekarang ini.
Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antar daerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-modelekonometrik.
Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan systemsosialyangspesifik-lokal.
Strategi ke depan, Berkaitan dengan data, pada 2010 Kabupaten Luwu Utara telah melakukan investigasi bertahap, terhadap data PPls yang ada, sehingga data dan informasi kemiskinan yang ada sekarang perlu dicermati lebih lanjut, terutama terhadap manfaatnya untuk perencanaan lokal. Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja, tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat komunitas,RumahTanggaSasaran(RTS)danindividu.
Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator dampak dan mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di Kab. Luwu Utara atau komunitas, Rumah Tangga Sasaran dan individu. Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan oleh SKPD, untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.
Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten Kabupaten Luwu Utara dengan dibantu para Tim Perumus akar masalah kemiskinan yang lintas Sektor, perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan, atauMonev,khususnyasekarangini.
Belum memadai Ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat, belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah. Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Oleh karena itu, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, perlu juga diperoleh data kemiskinan (mikro) yang spesifik daerah. Namun, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterbandingan antar kabupaten dan provinsi dapat tetap terjaga.
Dalam membangunan suatu sistem pengelolaan informasi yang berguna untuk kebijakan pembangunan kesejahteraan daerah, perlu adanya komitmen dari pemerintah daerah dalam penyediaan dana secara Berkelanjutan, untuk pengelolaan data dan informasi kemiskinan, pemerintah daerah diharapkan dapat mengurangi pemborosan dana dalam pembangunan sebagai akibat disparitas kepentingan, dan sebaliknya membantu mempercepat proses pembangunan melalui kebijakan dan program yang lebih tepat dalam pembangunan.
Keuntungan yang diperoleh dari ketersediaan data dan informasi statistik tersebut bahkan bisa jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan pengumpulan data tersebut. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder), baik lokal, provinsi maupun nasional atau internasional, agar penyaluran dana dan bantuan yang diberikan ke masyarakat miskin tepat sasaran dan tidak tumpang tindih. Ketersediaan informasi tidak selalu akan membantu dalam pengambilan keputusan apabila pengambil keputusan tersebut kurang memahami makna atau arti dari informasi itu. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kemampuan teknis SDM daerah dalam hal penggunaan informasi untuk manajemen.(*)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
`1.
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana
seseorang kekurangan bahkan tidak
memiliki hal yang biasa dimiliki oleh orang-orang pada umumnya (seperti:
sandang, papan ,dan pangan).
2.
Faktor-faktor
penyebab terjadinya kemiskinan yaitu: pendidikan yang terlampau rendah, malas bekerja, keengganan
bekerja dan berusaha,kebodohan, motivasi rendah,tidak memiliki rencana jangka
panjang, budaya kemiskinan, dan pemahaman keliru terhadap kemiskinan, dll.
3.
Dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan
yaitu: kriminalitas,
urbanisasi, bunuh diri dan kebodohan.
4.
Cara mengatasi kemiskinan yaitu salah satunya adalah tidak boleh malas.
3.2 Saran.
Adapun saran
yang bisa penulis berikan adalah untuk menjadi orang sukses kuncinya adalah
selalu berusaha dan berdo’a , jangan malas karena malas dapat membawa kita
kepada kemiskinan dan menjadi orang pencundang.
DAFTAR PUSTAKA
http://alifapaadanya.blogspot.com/2013/04/penyebab-kemiskinan-di-indonesia-
serta.html,diakses tanggal 4
November 2013.
http://ochascorpiogirl.blogspot.com/2012/10/faktor-penyebab-dan-cara-mengatasi.html,diakses
tanggal 4 November 2013.